Senin, 01 Juli 2013

Obati Diabetes dengan "Selam"


Terapi Hiperbarik

Obati Diabetes dengan "Selam"

Selasa, 6 September 2011 | 09:34 WIB
Dibaca: -
|
Share:
Shutterstock
Ilustrasi
Ichwan Susanto
Tekanan udara tinggi membuat oksigen lebih leluasa memasuki jaringan tubuh. Oksigen, zat yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme, digunakan untuk perbaikan sel yang rusak. Prinsip tersebut digunakan pada terapi hiperbarik oksigen untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Salah satu penyakit yang diupayakan sembuh dengan terapi hiperbarik adalah diabetes melitus (penyakit kencing manis). Diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan proporsi kematian 5,8 persen setelah stroke, tuberkulosis, hipertensi, cedera, dan perinatal (Kementerian Kesehatan 2007). Jumlah diabetes di Indonesia 8,4 juta penderita dan diperkirakan terus meningkat sampai 21,3 juta orang di tahun 2030.
Gangguan kesehatan ini timbul karena tubuh kekurangan insulin atau reseptor insulin tubuh tidak berfungsi baik. Insulin adalah hormon yang diproduksi sel beta di pankreas yang mengatur metabolisme glukosa menjadi energi serta mengubah kelebihan glukosa menjadi glikogen yang disimpan pada hati dan otot. Dalam jangka panjang, kadar glukosa darah yang tinggi akan menaikkan kadar kolesterol dan trigliserida darah. Selanjutnya akan terjadi aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah) yang membuat aliran darah tidak lancar sehingga tubuh kekurangan oksigen.
Penderita diabetes, terutama tipe II (gangguan pada reseptor insulin), telah banyak tertolong oleh terapi ini. Mayor Laut (K) Titut Harnanik, dokter dan Kepala Subdepartemen Faal Penyelaman TNI AL Armada Timur, mengatakan, terapi hiperbarik oksigen (HBO) mampu mempercepat kesembuhan dan mengurangi dosis obat yang diminum penderita diabetes.
Tahun 2008, Titut melakukan penelitian atas biaya Kementerian Kesehatan. Sebanyak 13 pasien diabetes diterapi memakai oksigen 100 persen dan tekanan 2,4 atmosfir (setara kedalaman 14 meter di bawah permukaan laut). Selama lima hari berturut-turut, para penderita diabetes tanpa luka terbuka diberi perlakuan ini selama 2 jam.
”Selama menjalani terapi HBO, pasien tetap mengonsumsi obat. Setelah menjalani HBO, terjadi penurunan gula darah secara signifikan. Jika biasanya tak pernah kurang dari 200 miligram per desiliter (mg/dl), kadar gula darah mereka bisa sampai 60 mg/dl. Maka dosis obat harus diturunkan,” kata Titut.
Di luar penelitian itu, Titut punya pasien diabetes tipe I (mengalami kerusakan pada fungsi pankreas sehingga tak bisa menghasilkan insulin). Setelah menjalani HBO beberapa waktu, pasien yang harus disuntik insulin itu bisa lepas dari ketergantungan pada insulin dari luar. ”HBO mengembalikan fungsi pankreas sebab sifat antioksidan pada oksigen,” ujarnya. Namun, pasien wajib diterapi HBO 3-5 kali per bulan, seumur hidup. Hal ini guna menjamin pasokan oksigen ke pankreas.
Menurut Suyanto Sidik, dokter spesialis penyakit dalam dari RS TNI AL dr Mintohardjo, HBO bersifat memperbaiki jumlah oksigen di dalam tubuh. Diabetes, tutur Suyanto, membuat kondisi pembuluh darah penderitanya buruk sehingga aliran darah tak lancar. Contohnya, ada pasien diabetes dengan luka terbuka yang tak sembuh atau tak kunjung kering. Hal itu terjadi karena pembuluh darah tak mendapat pasokan oksigen sehingga tak berfungsi normal dalam memperbaiki kerusakan sel.
Oksigen sebagai obat
Terapi HBO modern diperkenalkan peneliti Belanda, Ite Boerema, dalam artikel penelitian Life without blood tahun 1956. Dalam hal ini, molekul oksigen diberi tekanan tinggi sehingga mampu masuk ke pembuluh darah yang tersumbat atau peredaran darahnya terganggu. Oksigen lalu memicu metabolisme jaringan tubuh dan memperbaiki sel yang rusak.
”HBO merupakan pengobatan, seperti halnya dengan obat. Bedanya, ini memasukkan oksigen ke tubuh,” kata Suyanto.
Di RS Mintohardjo, ruang hiperbarik (ruang dengan udara bertekanan tinggi) berdaya tampung 12 orang, termasuk seorang perawat. Dalam ruangan mirip kapsul kapal selam itu, pasien diberi oksigen lewat selang di hidung, kemudian tekanan udara diatur oleh operator di luar kapsul.
Dokter di Pusat Hiperbarik RS TNI AL dr Mintohardjo Jakarta, Susan Manungkalit, mengatakan, HBO mampu meningkatkan kandungan oksigen pada plasma darah. Pada kondisi oksigen normal di udara bebas (20 persen) dengan tekanan normal (1 atmosfir), jumlah oksigen pada hemoglobin 20,1 persen dan plasma darah 0,32 persen. Jika diberi oksigen 100 persen dan tekanan normal 1 atmosfir, oksigen hemoglobin tetap 20,1 persen dan oksigen plasma darah jadi 2,14 persen. Ketika tekanan oksigen 100 persen dinaikkan jadi 3 atmosfir, jumlah oksigen dalam plasma darah jadi tiga kali lipat (6,42 persen).
”Jumlah oksigen sangat cukup untuk bertahan hidup meski tanpa kehadiran hemoglobin darah,” tulis peneliti Catherine A Heyneman, dalam jurnal Critical Care Nurse (2002), yang juga melakukan penelitian hiperbarik oksigen.
Meningkatnya tekanan dan volume oksigen menimbulkan oksigenasi pada jaringan yang mengalami kekurangan pasokan oksigen (hipoksia). Dampak lain, terjadinya pembaruan pembuluh darah, mendorong perkembangbiakan sel, dan meningkatkan ”kemampuan tempur” sel darah putih (leukosit).
Susan merekomendasikan agar pasien sebelum menjalani terapi hiperbarik oksigen harus menjalani scan kepala untuk mendeteksi kemungkinan ada kelainan pada tengkorak. Jika ada kelainan, bisa membahayakan pasien, misalnya bisa terjadi stroke. Syarat lain menjalani terapi HBO mirip dengan persyaratan umum menyelam, yaitu tidak boleh ada sinusitis (radang di hidung), dan tekanan darah normal. Karena itu, terapi ini juga disebut selam kering.





 sumber.Kompas.com
di tayangkan ulang oleh : dr.Erick Supondha (hyperbaric& diving medicine consultant) hiperbarik oksigen terapi >RS bethsaida , jakarta indonesia, (dokter hiperbarik/ahli hiperbarik/dokter kesehatan penyelaman)
021 99070050