Senin, 03 Juni 2013

Jika Tuli Sementara Mengancam

Shutterstock
Ilustrasi
Ichwan Susanto

Pernahkah telinga Anda tiba-tiba berdenging? Meski cukup mengganggu aktivitas, kebanyakan kita tidak terlalu peduli. Jika tidak tahan, paling-paling langkah yang diambil untuk mengatasinya sebatas meneteskan obat tetes telinga.

Suara berdenging yang dalam istilah medis disebut tinnitus ini bisa disebabkan kerusakan sel saraf atau gangguan pada fungsi indra pendengaran. Dengan sejumlah pengobatan, gangguan ini bisa hilang.

Pada Medical News Today, 30 September 2012, para ahli di University of Leicester memperingatkan agar kita tidak menggunakan headphone dengan volume terlalu tinggi. Kebiasaan itu bisa merusak lapisan sel saraf.

Menurut para peneliti, tingkat kebisingan yang mencapai lebih dari 110 desibel (dB) bisa disetarakan dengan tingkat suara mesin pesawat. Penelitian Martine Hamann, penulis dan peneliti di University of Leicester, yang diterbitkan dalam Proceeding National Academy of Sciences, ini merupakan penelitian pertama yang membuktikan bagaimana suara menyebabkan kerusakan sel. ”Selubung myelin adalah lapisan pada sel saraf yang membawa sinyal listrik dari telinga ke otak dan membantu sinyal listrik merambat sepanjang sel saraf,” papar Hamann.

Menurut Hamann, paparan suara keras melebihi 100 dB dapat menghentikan sinyal listrik dan tidak memungkinkan informasi bisa dikirim dari telinga ke otak. Untungnya, selubung myelin mampu memperbarui lapisannya dan memungkinkan sel untuk berfungsi normal kembali. Karena itu, gangguan pendengaran kadang-kadang hanya bersifat sementara.

Gangguan tuli sementara bisa terjadi sewaktu-waktu. Sudden sensoryneural hearing loss (SSHL) ini jika tidak ditangani secara cepat dan tepat bisa mengakibatkan ketulian permanen dan sulit diobati.

Tidak dengar bisikan

Seseorang dapat dikategorikan menderita SSHL jika kehilangan kemampuan pendengaran skala 30 dB atau lebih. Gangguan itu paling sedikit pada tiga frekuensi audimetri. Sebagai gambaran, suara 30 dB itu setara bisikan halus pada jarak 1 meter. Suara orang berbicara normal adalah 50-60 dB.

Gangguan seperti ini berlangsung kurang dari tiga hari dan biasanya hanya terjadi pada satu telinga, meski tak tertutup kemungkinan terjadi pada kedua telinga. Gejala awal biasanya ditandai dengan telinga berdenging dan ada pula yang disertai vertigo atau pusing kepala.

”SSHL atau tuli sementara ini dapat terjadi pada siapa saja, bisa perempuan atau laki-laki, dewasa dan anak-anak. Penyebabnya tidak diketahui,” kata Jenny Bashiruddin, Guru Besar Bidang Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan di Departemen Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, pertengahan Oktober lalu, di Jakarta.

Dalam pemeriksaan SSHL, telinga klien akan diberikan stimulus bunyi (nada murni) atau suara percakapan dengan tingkat intensitas (kekerasan) suara dan frekuensi (nada) yang berbeda melalui earphone. Kemudian, pasien diminta untuk memberikan respons.

Pada masa lalu, pengobatan gangguan tuli sementara menggunakan obat antivirus dan antiinflamasi (antiradang). Obat antivirus untuk menanggulangi kemungkinan serangan virus yang menyerang organ dalam pendengaran.

Terapi hiperbarik

Kini, pengobatan tuli sementara yang prevalensinya mencapai 5-20 orang per 100.000 penduduk mengandalkan kortikosteroid dosis tinggi. Untuk mengefektifkan pengobatan dengan kortikosteroid, dilakukan terapi hiperbarik.

Jenny menerapkan terapi ini pada para pasiennya. Hasilnya, kata dia, cukup memuaskan.

Terapi hiperbarik menggunakan oksigen 100 persen pada ruang udara bertekanan lebih dari 1 atmosfer. Tekanan 1 atmosfer setara dengan penyelaman pada kedalaman 10 meter.

Susan Simanungkalit, dokter praktisi hiperbarik dari Universitas Indonesia, mengatakan, tekanan tinggi membuat oksigen mudah terserap dalam peredaran darah. Terlebih, molekul oksigen yang termampatkan juga mudah tersirkulasi dan menggapai pembuluh darah terkecil.

Terapi hiperbarik diberikan 5-10 kali atau sesuai kebutuhan dan kemampuan pasien. Biaya per terapi hiperbarik sebesar Rp 300.000-Rp 400.000.

”Kalau sudah terasa enak, terapi hiperbarik bisa dihentikan, sesuai kemampuan keuangan pasien,” kata Jenny. Ia mengatakan, terapi hiperbarik bisa menolong jika masalahnya di rumah siput (koklea) telinga.

Rumah siput memiliki sejumlah pembuluh darah kecil (hair cell). Dengan tekanan tinggi, pasokan oksigen efektif mencapai hair cell. Dengan demikian, sel-sel mendapatkan pasokan oksigen dan nutrisi yang bagus.

Menurut Jenny, ada yang menduga, penyebab gangguan SSHL adalah tidak lancarnya aliran darah. Meski tidak mengancam kematian, seperti stroke pada organ vital, gangguan ini bisa mengganggu fungsi pendengaran. Gangguan ini biasa disebut stroke kecil.

Gangguan ini bisa disembuhkan jika diobati dalam kurun waktu dua pekan sejak gejala pertama dirasakan. Jika telah melebihi batas ini, pengobatan semakin sulit. Jadi, jika pendengaran Anda mulai terganggu dengan suara berdenging, seyogianya segera konsultasikan kepada dokter.


 sumber: kompas.com
di tayangkan ulang oleh : dr.Erick Supondha (hyperbaric& diving medicine consultant) hiperbarik oksigen terapi >RS bethsaida , jakarta indonesia, (dokter hiperbarik/ahli hiperbarik/dokter kesehatan penyelaman)
021 99070050