Senin, 16 April 2012

"Obesitas – Diabetes Mellitus – Hiperbarik Oksigen"


Saat ini, 1,6 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan berlebih (overweight), dan sekurang–kurangnya 400 juta diantaranya mengalami obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan mengalami overweight dan 700 juta di antaranya obesitas. Di Indonesia, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berusia ? 15 tahun adalah 10,3% (laki–laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi berat badan berlebih anak–anak usia 6–14 tahun pada laki–laki 9,5% dan pada perempuan 6,4%. Angka ini hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5–17 tahun. Demikian dikatakan Dr. Cindiawaty Pudjiadi MARS, MS, SpGK dalama acara Seminar Awam dengan Topik "Obesitas – Diabetes Mellitus – Hiperbarik Oksigen"
            Bahwa obesitas merupakan penyakit kronik yang prevalensinya semakin meningkat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan apabila indeks massa tubuh (IMT) kurang lebih 25 kg/m2 untuk orang Asia, sedangkan IMT 23–24.9 termasuk overweight. Obesitas perlu mendapat perhatian yang serius, karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terkena penyakit–penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hiperlipidemia, hipertensi, stroke dll, dengan makin meningkatnya IMT.
            Obesitas terjadi karena asupan makanan yang lebih besar, dibandingkan dengan yang dibutuhkan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kebiasaan makan, kurang olah raga, perilaku kurangnya melakukan aktivitas, dll. Untuk mengatasi masalah obesitas ini perlu dilakukan penanganan yang terpadu antara diet, oleh raga, perubahan perilaku, bila perlu dengan medikamentosa yang dimonitor oleh dokter atau pembedahan untuk kasus–kasus obesitas yang berat. Di Beberapa Rumah Sakit, penanganan obesitas dilakukan secara terpadu, dimana melibatkan beberapa bidang spesialisasi yaitu penyakit dalam, Jantung, Bedah Digestif, Psikiatri dan Gizi. Dengan melibatkan berbagai spesialisasi tersebut, maka hasil yang didapatkan akan lebih maksimal. Berdasarkan penelitian, penurunan berat badan 5–10% mempunyai efek yang menguntungkan terhadap perbaikan kesehatan, seperti perbaikan tekanan darah, perbaikan kadar gula darah, perbaikan kadar lemak.
            Pembicara kedua, Dr. Med. Benny Santosa, SpPD mengatakan, WHO memperkirakan, bahwa usia penyandang DM di Negara–negara berkembang nantinya berkisar antara 45 – 60 tahun. WHO memperkirakan jumlah penyandang DM diseluruh dunia tahun 2025 akan mencapai sekitar 230 juta. Beberapa Perhimpunan Diabetes International yang lain malah memprediksikan jumlah yang lebih tinggi, yaitu sekitar 300 juta. Di Indonesia sendiri diperkirakan akan terdapat lebih dari 20 juta penyandang DM di tahun 2025.
            Dr. Benny melaporkan, bahwa beberapa tahun terakhir telah diadakan perubahan klasifikasi dan criteria DM untuk mempermudah diagnosis secara dini. Di praktek sehari–hari pada DM dibedakan antara lain, Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) penyandang DM yang termasuk di dalam kelompok ini pada umumnya berusia dibawah 35 tahun. Mereka dari awal membutuhkan terapi dengan insulin utuk menurunkan kadar gula darahnya disamping pola hidup sehat. Di Indonesia penyandang DMTI sangat jarang ditemukan, jumlahnya tidak mencapai 5% dari jumlah keseluruhan.
            Untuk Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) yaitu penyandang DMTTI belum memerlukan pemberian Insulin pada awal penyakit DM. Obat yang diperlukan adalah untuk meningkatkan sekresi Insulin disamping pola hidup sehat. Jumlah penyandang DMTTI di Indonesia diperkirakanan lebih dari 90% dari jumlah keseluruhan.
Hiperbarik Oksigen
DR. Dr. Suyanto Sidik, SpPD mengatakan, penuaan dini biasanya ditandai dengan kulit wajah bergaris, keriput, kendur, pigmentasi dan tekstur. Proses penuaan dini pun dapat mengakibatkan munculnya berbagai penyakit dan kegagalan organ.
Menurut Suyatno, pada usia 30 tahun, kadar oksigen mengalami penurunan hingga 24 persen. Pada usia 40 tahun, kadar oksigen berkurang hingga 50 persen dan tingginya polusi dapat menyebabkan hilangnya oksigen lebih tinggi lagi. Normalnya kulit akan mempengaruhi dengan sendirinya setiap 28 hari, namun jika oksigen dan gizi kurang dalam tubuh, proses reproduksi sel akan melemah atau sel kulit baru menjadi tidak sehat.
            Kulit membutuhkan oksigen untuk tetap sehat, karena oksigen membantu produksi kolagen, elastin dan produk lain yang dibutuhkan untuk mendapatkan kulit yang sehat. Semakin bertambah usia manusia, sirkulasi pembuluh kapiler memburuk sehingga pasokan oksigen dan gizi untuk mencapai sel kulit berkurang. Ini mengakibatkan dehidrasi kulit, dan salah satu terapi peremajaan yang baik untuk dipertimbangkan adalah Terapi Oksigen Hiperbarik (HBOT/Hyperbarik Oxygen Therapy) yang belakangan ini kerap digunakan berdampingan dengan obat anti aging.
            Suyatno juga menerangkan keuntungan pengobatan HBOT, bahwa pengobatan HBOT yang digabungkan dengan obat anti penuaan adalah memberikan supply oksigen yang cukup ke area yang diobati, sehingga proses penyembuhan pasca operasi dapat dipercepat. Sel–sel sehat secara cepat muncul kembali dan si pasien akan measa lebih sehat.
            Durasi dan biaya untuk setiap perawatan bervariasi, bergantung pada kondisi medis pasien. Pasien cukup menjalani beberapa pemeriksaan sebelum melakukan terapi, pelaksanaan cukup aman di ruangan khusus dengan pengawasan tenaga yang ahli dan terampil. Terapi oksigen merupakan salah satu guna mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis, tujuan utama pemberian oksigen adalah untuk mengatasi keadaan hipoksemia sesuai dengan hasil analisis gas darah, serta dapat membantu penyembuhan luka akibat diabetes mellitus.
            "Banyak diantara kita belum mengetahui betapa pentingnya oksigen untuk menyembuhkan jaringan tubuh yang rusak, baik di kulit, otot ataupun tulang. Tetapi oksigen hiperbarik adalah proses pemberian oksigen 100% di ruangan bertekanan 2 sampai 3 ATA. Tetapi oksigen hiperbarik pada awalnya digunakan untuk penyelam dari sebuah kondisi berbahaya yang dikenal dengan penyakit pengurangan tekanan udara atau penyakit Decompresi/bends yang terjadi karena gelembung gas niotrogen yang dapat membawa ke kematian. Perawatan hiperbarik ini mengurangi efek negative dari nitrogen.
            Terapi oksigen memegang peranan penting dalam mempercepat proses penyembuhan pasca operasi, memperbaiki kondisi medis dan meningkatkan kesehatan terhadap individu secara menyeluruh.
            Terapi oksigen hiperbarik untuk mengobati penyakit seperti susah berkonsentrasi, peka, autism, dan migraine, kerusakan jaringan karena radiasi. Ketika disalurkan pada pasien, HBOT membawa perubahan yang baik, seperti berkurangnya bubble size, hyperoxygenation, vasoconstriction, angiongenesis, memperbaiki perkembangan fibroblast, menghentikan racun, dan meningkatkan antibody alami tubuh (PUSDALIN PB IDI)

sumber : ?   web
di tayangkan ulang oleh dr.Erick Supondha (hyperbaric&Diving medicine Consultant) Jakarta Indonesia 021 99070050 ,http//:wwwindodivinghealth.com