Bahan bahasan dalam rapat kerja dengan Kemenkes RI untuk dijadikan rujukan atau acuan bagi para tenaga kesehatan yang bertugas di daerah pesisir di seluruh wilayah Republik Indonesia
Oleh dr.Susan S
dr.Erick Supondha
dr.Erick Supondha
TATALAKSANA
PENYAKIT AKIBAT KERJA KARENA PAJANAN HIPERBARIK dan
PENYAKIT LAIN AKIBAT PENYELAMAN
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara
bahari dimana luas laut 2/3 total luas seluruh wilayah dengan jumlah pulau 13.466 yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Zona
Eksklusif Ekonomi (ZEE) 200 mil dari garis pantai dimana garis pantai 95.181 km.
Dengan demikian banyak
pekerja yang bekerja di wilayah perairan seperti: peselam professional (pekerja
rig untuk pengeboran minyak lepas pantai,
pemasangan dan pengelasan pipa dalam laut dll), peselam dengan kompresor
konvensional (peselam mutiara, nelayan
peselam ikan hias, moro ami, petani rumput laut), penyelam militer dan penyelam tahan nafas (tanpa alat).
Menurut survey dari
251 responden peselam di 9 (Sembilan) propinsi di Indonesia, teknik menyelam yang
digunakan 56,6% peselam tahan nafas, 33,9 % peselam kompresor dan 9,6% peselam
dengan scuba.
Keluhan yang sering
didapat dari 251 responden peselam tersebut antara lain 21,2% pusing/sakit kepala, 12,6%
lelah, 12,5% pendengaran berkurang, nyeri sendi 10,8%, perdarahan hidung 10,2%,
9,7 % sakit dada/ sesak, 6,4 % penglihatan berkurang, 6,0% bercak merah di
kulit, 5,6 gigitan binatang, 3,2 % lumpuh dan 1,7 % hilang kesadaran. (Subdit Kesehatan Matra tahun 2009)
Banyaknya jumlah
peselam dan beragamnya keluhan kesehatan akibat penyelaman belum diimbangi
dengan kemampuan dan pengetahuan dokter di tingkat pelayanan kesehatan primer dalam
menangani masalah kesehatan yang terkait dengan pekerjaan tersebut sehingga
perlu disusun pedoman sebagai acuan.
2. Tujuan
Meningkatkan pengetahuan dan sebagai
bahan acuan bagi dokter dalam tatalaksana penyakit kerja di kedalaman laut.
3. Sasaran
Dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer
di daerah pesisir
4. Ruang Lingkup
a.
Pengenalan
faktor risiko kerja pada penyelaman
b.
Diagnosis okupasi
c.
Tata laksana
d.
Pencegahan
BAB
II
PENGENALAN PENYELAMAN
Lingkungan penyelaman memiliki berbagai potensial bahaya baik fisik
maupun biologi.
Secara anatomi tubuh
manusia terdiri dari 3 unsur yaitu padat, cair dan berongga. Jaringan tubuh
yang padat seperti tulang, otot, jantung, hati relatif tidak meneruskan
tekanan, sedangkan yang berupa cairan
dapat meneruskan tekanan, dan yang berongga seperti telinga, sinus, lambung, usus, paru
juga saluran nafas sangat dipengaruhi perubahan tekanan.
Kondisi di lingkungan penyelaman akan mempengaruhi perubahan fisiologi pada tubuh manusia sesuai dengan hukum fisika
yang berlaku, yang berisiko menimbulkan penyakit yang berakhir pada kecacatan
hingga kematian apabila penyelaman dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang
benar.
Untuk
ketepatan dalam mendiagnosis penyakit akibat penyelaman, dokter perlu
mengetahui prosedur penyelaman yang benar disamping pengetahuan tentang riwayat
penyelaman, bahaya dalam penyelaman dan gejala/ tanda klinisnya, karena cepat
dan tepatnya diagnosis menentukan nasib dari penderita tersebut.
Potensial Bahaya Fisika dalam Penyelaman
dan Pengaruh Terhadap Fisiologi Tubuh
Banyak faktor yang mempengaruhi
penyelam, antara lain: tekanan air, gaya apung, temperatur air, viskositas air,
sifat gelombang suara, pancaran cahaya, pengarul visual dan isyarat
proprioseptif. Adapun faktor tersebut akan berjalan sebagaimana hukum fisika
yang berlaku pada penyelaman sebagai berikut:
- Hukum Boyle
Adalah tekanan berbanding terbalik dengan volume bila
temperatur tetap. Hukum ini berlaku pada organ yang berongga pada tubuh manusia. Bila ada
sumbatan pada rongga tersebut, tubuh tidak dapat menyesuaikan tekanan, sehingga akan terjadi barotrauma pada organ tersebut.
- Hukum Archimedes
Berat benda sesuai dengan berat cairan yang dipindahkan
oleh benda tersebut. Hukum ini berlaku untuk gaya apung. Contoh: orang gemuk
mempunyai gaya apung positif, sehingga cenderung terapung dalam air. Kalau
orang kurus mempunyai daya apung negatif, sehingga cenderung tenggelam dalam
air.
- Hukum Charles
Bila volume gas dipertahankan tetap, tekanan gas
berhubungan langsung dengan temperaturnya. Hukum ini berlaku untuk pengisian
tabung scuba dan pengisian udara dalam RUBT.
- Hukum Dalton
Tekanan campuran/tekanan total dari 2 gas atau lebih yang
berada dalam 1 ruang. Sama dengan jumlah tekanan gas masing-masing yang ada
dalam ruangan tersebut. Dengan menggunakan hukum ini kita dapat memperkirakan
kedalaman untuk tidak terjadi keracunan gas pada penyelaman
- Hukum Henry
Banyaknya gas yang
melarut di dalam cairan adalah
sebanding dengan tekanan gas tersebut diatas air. Jadi makin dalam kita
menyelam kelarutan gas makin tinggi, sehingga bila kita naik kepermukaan dengan
cepat gas yang melarut tadi akan mengembang dengan cepat membentuk gelembung
gas. Hal inilah yang menyebabkan penyakit dekompresi.
Sebagaimana hukum fisika tersebut diatas,
aktifitas penyelaman akan menyebabkan:
· Tekanan
lingkungan akan meningkat
· Kerapatan
gas media nafas meningkat
· Tekanan
parsial media gas meningkat
· Kelarutan
gas akan meningkat
Berlakunya hukum fisika penyelaman
mempengaruhi perubahan fisiologis tubuh peselam, sehingga dokter perlu
mengetahui fungsi dan proses vital yang terjadi pada tubuh peselam dalam
lingkungan bawah air untuk menghindari akibat yang tidak dikehendaki dari
pengaruh lingkungan tersebut. Meningkatnya tekanan bawah air 1 atmosfer
mengakibatkan terjadinya perubahan fisiologis tubuh peselam.
Perubahan
fisiologis organ pada peselam antara lain:
· Paru-paru
akan terjadi hipoventilasi dan penurunan respons terhadap peningkatan CO2
· Jantung
akan terjadi bradikardi dan aritmia, turunnya cardiac output, tekanan arteri
menurun, sistemik vaskular resistance, menurunnya kapasitas kerja jantung.
· Otak: terjadi penurunan intelektual, psikomotor dan psiko
sensorial secara bertahap. Perubahan elektro fisiologik dan
perubahan neuro transmission.
· Mata
: akibat dari pancaran sinar akan terjadi indeks refraksi 1,3 kali dari pada di
udara sehingga benda terlihat 25% lebih besar dan lebih dekat (Hiperopia ± 40 dioptri).
·
Telinga
: nilai ambang pendengaran naik 40 sd 75 db. Konduksi tulang merupakan hantaran
utama pada pendengaran.
A. Potensial Bahaya Biologi
Lingkungan bawah laut memiliki potensial
hazard biologi antara lain binatang laut yang berbahaya karena sengatan atau
gigitannya. Untuk mengantisipasi keparahan penyakit akibat sengatan atau
gigitan maka dokter perlu mengetahui penatalaksanaan penyakitnya.
B. Faktor-Faktor
yang Memperberat Risiko Penyelaman
1. Faktor Peselam (SDM)
·
Kondisi Fisik
·
Kondisi Mental
2. Faktor Peralatan
·
Tanpa peralatan selam (penyelaman tahan
nafas): Googling dan snorkling
·
Peralatan selam minimal: Masker, snorkel,
sirip apung, rompi apung sabuk pemberat
·
Peralatan selam lengkap: Masker, snorkel,
sirip apung, rompi apung sabuk pemberat, pakaian selam, pengukur kedalaman, jam
selam, pisau selam, tas kemas
3. Faktor Lingkungan
·
Tekanan tinggi
·
Binatang laut berbahaya
·
Suhu rendah
C. Prosedur Penyelaman
Penyelaman adalah kegiatan yang
dilakukan pada keadaan lebih dari 1 atmosfir, baik di dalam air (penyelaman
basah), maupun di dalam RUBT (ruang udara bertekanan tinggi / penyelaman kering).
Setiap penambahan kedalaman 10 m tekanan naik 1 atmosfir. Dengan penambahan 1
atmosfir akan berlaku hukum fisika sehingga gas yang dihisap oleh peselam semakin
bertambah dan mempengaruhi kondisi fisik peselam. Untuk meminimalkan dampak
penyakit pada penyelaman, dokter harus mengetahui prosedur penyelaman yang
benar, yaitu sebagai berikut:
· Kondisi
fisik harus prima
· Naik
ke permukaan harus perlahan mengikuti gelembung gas pernafasan
·
Rencanakan
penyelaman dan menyelamlah sesuai rencana tersebut
· Jangan
menahan nafas waktu naik kepermukaan
· Jangan
panik
BAB
III
PENYAKIT
AKIBAT KERJA KARENA PENYELAMAN
Lingkungan penyelaman memiliki banyak faktor
risiko yang berpengaruh pada kondisi fisik peselam sehingga dapat menyebabkan
gangguan kesehatan dan kecacatan sampai dengan kematian.
Penyakit
dan kecelakaan akibat kerja penyelaman antara lain :
1. Penyakit
Dekompres(ICD 10 OH : T70.3)
2. Penyakit
Barotrauma (ICD 10 OH : Ottic; T70.0-Sinus; T70.1)
3. Penyakit
Osteonekrosis Disbarik
4. Penyakit
akibat Gas :- Penyakit akibat keracunan oksigen
- Penyakit akibat
keracunan CO dan CO2 (ICD
10 T59.7)
- Penyakit akibat
keracunan nitrogen
5. Penyakit
akibat serangan binatang laut yang berbahaya
(ICD
10;T.63.6)
- Penyakit karena gigitan binatang laut
- Penyakit karena racun binatang laut
6. (Hipothermia)
ICD 10 T.68
1. PENYAKIT DEKOMPRESI
(Bends/ Compressed Air Illnes/ Casion Disease/ Strager Disease/ Diver‘s Palsy/
Aeroembolism/ Dysbarism)
a. Pengertian : penyakit
penyelaman akibat naik ke permukaan dengan cepat sesuai dengan hukum Henry.
Hukum Henry menyatakan bahwa
banyaknya gas yang larut dalam cairan adalah sebanding dengan tekanan gas
tersebut di atas air. Semakin dalam kita menyelam, kelarutan gas dalam cairan
tubuh semakin tinggi, sehingga bila peselam naik ke permukaan terlalu cepat,
gas yang larut dalam cairan tubuh akan mengembang dengan cepat membentuk
gelembung gas nitrogen yang akan menyebabkan penyumbatan (pembuluh darah, otot,
otak, tulang, dll).
b. Faktor risiko :
·
Usia di atas 40 tahun
·
Jenis kelamin
·
Menggigil selama/ sesudah menyelam
·
Obesitas
·
Dehidrasi
·
Latihan berat selama / sesudah menyelam
·
Kebugaran
: tidak fit, lelah, kurang tidur
·
Pekerja setelah mengkonsumsi alkohol
mempercepat
terjadinya gelembung
nitrogen.
·
Udara yang dihirup banyak yang mengandung CO2
·
Riwayat penyakit Dekompresi
·
Peselam naik pesawat kurang dari 24 jam
setelah menyelam
·
Trauma/injury
·
Menyelam tidak mengikuti prosedur
·
Penyelaman berulang
c. Pekerja
berisiko :
·
Peselam menggunakan kompresor konvensional : peselam
mutiara, peselam biota laut, peselam moroami, pekerja pasang bubu
·
Peselam menggunakan human kompresor
(professional): pemasang pipa/kabel bawah air, peselam militer, pekerja di
hiperbarik chamber
·
Tidak menggunakan kompresor: pekerja tambang batubara, pekerja pembuatan terowongan
bawah tanah (subway).
d. Tanda dan gejala umum :
Penyakit dekompressi dibagi
menjadi 2 (dua) tipe menurut gejala klinisnya, yaitu:
a) Tipe
1 (Pain Only Bends)
Gejala
Utama: Nyeri di daerah persendian dan otot-otot sekitarnya.
Gejala
lainnya: Kelelahan berlebihan setelah menyelam, mengantuk / pusing ringan,
gatal-gatal pada kulit (skin bends)
Gambar
1 dan gambar 2.
b) Tipe
2
Penyakit
dekompresi serius yang menyerang sistem saraf pusat
Gejala
neurologis: Penglihatan kabur sampai menurun, Hemiplegia/hemiparese, Apasia
motorik/ sensorik, penurunan sampai kehilangan kesadaran, terjadi gangguan
keseimbangan, gangguan bicara, tremor, vertigo dan tinitus.
Gejala
paru dan jantung: Gangguan pernafasan, sesak nafas, nyeri dada (chokes).
Gejala
gastroIntestinal: Mual, kehilangan napsu makan, muntah, kejang usus dan diare
kasus lebih berat dapat terjadi muntah dan berak darah.
Gejala Bends Shock:
Berdasarkan hasil laboratorium menunjukkan hemokonsentrasi, Hiperkoagulasi,
hiperagregasi tombosit, lekositosis.
Gambar 3 dan 4.
Penyakit Dekompresi
serius menyerang system saraf pusat
e.
Tatalaksana
a) Diagnosis
okupasi
Langkah-langkah dalam menegakkan diagnosis:
1. Diagnosis
klinis
Anamnesis: lemas di kedua tungkai
Pemeriksaan
fisik: terdapat gangguan motorik dan sensorik di kedua tungkai
Pemeriksaan
penunjang: thoraks foto, laboratorium
2. Pajanan
di tempat kerja
terjadi setelah menyelam (hiperbarik)
3. Evidence
based: perubahan tekanan lingkungan dari yang tinggi ke rendah secara cepat
menyebabkan terjadinya penyakit dekompresi
4. Apa
pajanan cukup menimbulkan diagnosis klinis? Penyelaman berulang, lama penyelaman, tidak memakai APD, naik
terlalu cepat
5. Faktor
risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya diagnosis klinis? overweight,
kebiasaan minum alkohol, soda, kurang istirahat, merokok dan dehidrasi.
6. Pajanan
bahaya potensial di luar tempat kerja: setelah menyelam langsung naik pesawat
udara
7. Diagnosis
okupasi: penyakit dekompresi (0733)
b) Pengobatan :
Pertolongan
pertama dilakukan dengan 3 (tiga) tindakan:
· Oksigenisasi
Jika
pasien dalam kondisi tidak sadar berikan oksigen
· Rekompresi
Jika pasien masih sadar
lakukan penyelaman kembali ke kedalaman semula didampingi oleh penolongnya atau
dirujuk pada fasilitas pelayanan kesehatan terdekat yang memiliki chamber (golden period < 6 jam). Jika melebihi
6 jam kemungkinan timbul kecacatan lebih besar.
Gambar 5. Terapi DCS
dengan penyelaman basah
Untuk
kasus Ringan sampai sedang
Gambar
6.Terapi DCS dengan penyelaman basah
Gambar 7. Ruang
Chamber
· Medika Mentosa.
infus RL/NaCl/Dextrose 5%,
kortikosteroid dan anti platelet agregasi.
c) Pencegahan
Sebelum menyelam lakukan
persiapan seperti :
· Persiapan
kondisi fisik peselam
· Persiapan
kondisi alat
· Memahami
dan menaati prosedur penyelaman
· Pemeriksaan
kesehatan secara berkala
2. PENYAKIT BAROTRAUMA
a. Pengertian :
Barotrauma adalah kerusakan
jaringan dan sequelenya akibat ketidak seimbangan antara tekanan udara rongga
fisiologis dalam tubuh dengan tekanan udara di lingkungan sekitarnya. Hukum
fisika yang berlaku adalah Hukum Boyle:
”Bila temperatur dipertahankan konstan,
volume gas berbanding terbalik dengan tekanan.”
b. Faktor risiko
· Pemakaian alat yang tidak sesuai.
· Menyelam yang tidak sesuai dengan prosedur penyelaman
Baik pada saat menyelam (barotrauma turun) maupun pada
saat naik ke permukaan air dengan cepat (blow
up/ barotrauma naik)
· Penyakit yang bisa menimbulkan obstruksi pada saluran napas
(sinusitis, influenza, asma, dll)
· Panik
c. Pekerja
berisiko :
·
Peselam menggunakan kompresor konvensional : peselam
mutiara, peselam biota laut, peselam moroami, pekerja pasang bubu
·
Peselam menggunakan human kompresor
(professional): pemasang pipa/kabel bawah air, peselam militer, pekerja di
hiperbarik chamber
·
Tidak menggunakan kompresor: pekerja tambang batubara, pekerja pembuatan terowongan
bawah tanah (subway).
d. Tanda dan gejala umum :
·
Barotrauma telinga
Nyeri
yang bervariasi intensitasnya pada telinga yang terkena barotrauma, perdarahan dari
telinga, kadang-kadang dijumpai perdarahan di sekitar hidung dan mulut,
gangguan pendengaran, tinnitus.
Gambar 8 dan 9. Barotrauma telinga
Terapi :
·
Dilarang menyelam
·
Dekongestan
·
Anti
Biotik
·
Barotrauma sinus
Nyeri
pada rongga sinus, epistaksis
Gambar
10. Barotrauma sinus
Terapi:
·
Tampon
·
Antibiotik bila perlu
·
Barotrauma gigi
Nyeri pada gigi yang ditambal dengan tidak sempurna
sehingga masih ada rongga pada tambalan tersebut.
·
Barotrauma wajah
Nyeri
pada wajah, pembengkakan pada jaringan facial khususnya di bawah mata, haemorhagi
conjungtiva dan prostusi mata.
Gambar
11 dan 12. Barotrauma Wajah
Terapi:
· Kompres es pada bagian yang udema atau yang mengalami
perdarahan
·
Barotrauma kulit
Terlihat garis-garis hiperemis sesuai lipatan pakaian
Gambar 13 dan 14. Gambar Barotrauma Kulit
Terapi:
Barotrauma ini sembuh dalam beberapa hari
·
Barotrauma kepala dan badan
Kepala
atau mata terasa menjadi besar, dyspnea dan rasa tertekan pada dada, oedema,
haemorhagi pada organ yang terkena barotrauma.
·
Barotrauma intestinal
Kembung,
flatus dan kolik
·
Barotrauma paru
Gejala yang timbul
seperti pnemothoraks
Gambar
15 dan 16. Barotrauma Paru & emphesema kulit
Terapi:
Tusuk
jarum untuk mengeluarkan udara
e. Tatalaksana
a) Diagnosis
okupasi
Langkah-langkah dalam menegakkan diagnosis:
1. Diagnosis
klinis
Anamnesis: keluhan yang
terjadi segera setelah menyelam (kering/basah), sesuai dengan lokasi organ yang
terkena
Pemeriksaan fisik: sesuai
dengan organ yang terkena seperti barotrauma telinga (perdarahan pada lubang
telinga), barosinus (epistaksis), dll
Pemeriksaan penunjang: Thoraks foto atau
sesuai dengan lokasi organ yang terkena
2. Pajanan
di tempat kerja: terjadi setelah menyelam (hiperbarik)
3. Evidence
based: perubahan tekanan lingkungan dari yang tinggi ke rendah secara cepat
menyebabkan terjadinya penyakit barotrauma
4. Apa
pajanan cukup menimbulkan diagnosis klinis? Penyelaman berulang, lama penyelaman, tidak memakai APD, naik
terlalu cepat
5. Faktor
risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya diagnosis klinis? Influenza,
sinusitis, tumor, serumen plug, otitis media, minuman soda, dll.
6. Pajanan
bahaya potensial di luar tempat kerja: setelah menyelam langsung naik pesawat
udara
7. Diagnosis
okupasi: penyakit barotraumas (0731)
b) Penatalaksanaan :
Sesuai lokasi organ yang
terkena
c) Pencegahan
· Naik
dan turun secara perlahan
· Memakai
alat yang sesuai dengan ukuran tubuh (ergonomis)
· Pemeriksaan
kesehatan secara berkala
·
Hindari
menyelam jika ada faktor risiko
3. PENYAKIT OSTEONEKROSIS DISBARIK
a. Pengertian :
Penyakit dekompresi tipe
lambat yang mengenai tulang panjang (ekstremitas).
Gambar 17. Avasculer
Necrosis
b. Faktor risiko :
·
Usia dan jenis kelamin
·
Temperatur
·
Obesitas
·
Dehidrasi
· Kebugaran : tidak fit, lelah, kurang tidur
·
Pekerja setelah mengkonsumsi alkohol
mempercepat terjadinya gelembung nitrogen.
·
Pekerja peselam naik pesawat kurang dari 24
jam setelah menyelam.
·
Trauma/injury
·
Menyelam tidak mengikuti prosedur
c. Pekerja
berisiko :
·
Peselam menggunakan kompresor konvensional : peselam
mutiara, peselam biota laut, peselam moroami, pekerja pasang bubu
·
Peselam menggunakan human kompresor
(professional): pemasang pipa/kabel bawah air, peselam militer, pekerja di
hiperbarik chamber
·
Tidak menggunakan kompresor: pekerja tambang batubara, pekerja pembuatan terowongan
bawah tanah (subway).
d. Tanda dan gejala umum :
Nekrosis
pada tulang, ada dua tempat lesi utama yaitu;
a) Lesi
dekat permukaan sendi
Gejala: nyeri dan
kekakuan sendi hingga limitasi gerakan sendi
b) Lesi
di daerah kaput
Gejala: terjadi perubahan jaringan tulang
baru dan terjadi fraktur patologis
e. Tatalaksana
a) Diagnosis
okupasi
Langkah-langkah dalam menegakkan diagnosis:
1. Diagnosis
klinis
Anamnesis: riwayat
penyelaman, nyeri pada pergerakan Pemeriksaan fisik: nyeri tekan
Pemeriksaan penunjang:
rontgen foto tulang panjang
2. Pajanan
di tempat kerja: terjadi beberapa bulan sampai beberapa tahun setelah menyelam
(hiperbarik)
3. Evidence
based: perubahan tekanan lingkungan dari yang tinggi ke rendah secara cepat
menyebabkan terjadinya penyumbatan aliran darah ke tulang, terutama ke tulang
panjang.
4. Apa
pajanan cukup menimbulkan diagnosis klinis? Penyelaman berulang, lama penyelaman, tidak memakai APD, naik
terlalu cepat
5. Faktor
risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya diagnosis klinis? faktor usia,
penyakit dekompresi
6. Pajanan
bahaya potensial di luar tempat kerja: setelah menyelam langsung naik pesawat
udara
7. Diagnosis
okupasi: penyakit disbarik osteonekrosis
|
|||
|
|||
a) Penatalaksanaan :
· Konservatif:
tirah baring, mengurangi beban semaksimal mungkin
· Operatif
b) Pencegahan:
· Pemeriksaan
berkala
4. PENYAKIT AKIBAT KERACUNAN OKSIGEN
a. Pengertian :
Tekanan partial oksigen yang
normal di udara adalah 0,2 ATA atau sekitar 160 mmHg. Sifat oksigen adalah
merupakan gasyang tidak berbau, berasa dan membantu proses pembakaran.
Keracunan oksigen disebabkan karena kenaikan tekanan partial oksigen dalam
darah.
b. Pekerja
berisiko :
·
Pekerja hiperbarik chamber
·
Peselam close sirkuit (tabung scuba yang
berisi oksigen sebagai media nafas)
c. Faktor Risiko:
·
Tergantung pada lama menghisap oksigen dan
banyaknya oksigen yang dihisap
·
Obat-obatan yang dikonsumsi
·
Demam
d. Tanda dan gejala umum :
·
Iritasi ringan pada trachea
·
Batuk
·
Hiperemi membran mukosa hidung
·
Demam
e. Tatalaksana
a) Diagnosis
okupasi
Langkah-langkah dalam menegakkan diagnosis:
1. Diagnosis
klinis
Anamnesis:
Riwayat penyelaman, batuk-batuk
Pemeriksaan fisik : Oedem,
hiperemis pada faring, konvulsi
Pemeriksaan penunjang :
PTcO2
2. Pajanan
di tempat kerja: terjadi setelah menyelam basah ( close sircuit) dan penyelaman
kering (terapi oksigen hiperbarik)
3. Evidence
based: Paparan tekanan tinggi menyebabkan konsentrasi oksigen akan meningkat
sesuai dengan hukum Dalton.
4. Apa
pajanan cukup menimbulkan diagnosis klinis? Penyelaman berulang, lama penyelaman, kedalaman penyelaman.
5. Faktor
risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya diagnosis klinis? demam, minum obat obatan; antara lain steroid atau narkotik (morpin)
6. Pajanan
bahaya potensial di luar tempat kerja: -
7. Diagnosis
okupasi: penyakit akibat keracunan oksigen
a) Penatalaksanaan :
Pada terapi HBO: Buka masker oksigen
Pada penyelam close circuit: naik kepermukaan
perlahan
b) Pencegahan:
Pemberian antioksidan
Hindari faktor risiko
5. PENYAKIT
AKIBAT KERACUNAN KARBONMONOKSIDA (CO )
a. Pengertian :
Kemampuan pengikatan
hemoglobin (hb) terhadap CO 200 kali lebih besar daripada oksigen sehingga
mengakibatkan eliminasi CO yang sangat lambat dan mengakibatkan hb tidak dapat
mengangkut oksigen.
b. Pekerja
berisiko :
Peselam yang bekerja dengan
menggunakan kompresor konvensional (yang digunakan untuk tambal ban)
c. Tanda dan gejala umum :
Sakit kepala, sesak nafas,
mual, delirium sampai dengan kehilangan kesadaran dan mati
d. Tatalaksana:
a) Diagnosis
okupasi
Langkah-langkah
dalam menegakkan diagnosis:
1. Diagnosis
klinis
Anamnesis: Riwayat
penyelaman dengan kompresor konvensional, penurunan kesadaran
Pemeriksaan fisik:
Pemeriksaan tanda-tanda vital, bintik merah di kulit (cherry red)
Pemeriksaan
penunjang: HbCO
2. Pajanan
di tempat kerja: terjadi setelah menyelam basah
3. Evidence
based: Paparan tekanan tinggi menyebabkan konsentrasi karbon monoksida akan
meningkat yang diproduksi hasil pembakaran yang tidak sempurna dari oli
kompresor.
4. Apa
pajanan cukup menimbulkan diagnosis klinis? Penyelaman berulang, lama penyelaman, kedalaman penyelaman.
5. Faktor
risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya diagnosis klinis? ventilasi
alveolar, tekanan CO meningkat, curah jantung meningkat, kelelahan.
6. Pajanan bahaya potensial di luar tempat kerja: Polusi
udara
7. Diagnosis okupasi: penyakit akibat keracunan carbon
monoksida
c) Penatalaksanaan :
· Hiperbarik
oksigen, anti konvulsi (bila kejang)
· kortikosteroid
d) Pencegahan
Penggunaan alat kompresor yang aman
6. PENYAKIT AKIBAT KERACUNAN KARBONDIOKSIDA
(CO2 )
a.
Pengertian
:
CO2 merupakan
sisa metabolism normal yang diproduksi oleh tubuh, jumlahnya hampir sama dengan
oksigen yang dikonsumsi. Kelarutan CO2 20 kali lebih besar dibanding
O2 dalam darah.
b.
Pekerja berisiko :
Peselam yang bekerja dengan
menggunakan kompresor konvensional (yang digunakan untuk tambal ban)
Ventilasi yg inadequate:
- Skip
breathing
- Foulty
regulator (Kerusakan regulator)
- Tight
wetsuit (Baju selam yang ketat)
- Kontaminasi
udara
c.
Tanda
dan gejala umum :
Pada tahap awal nafas cepat
terjadi sakit kepala, disorientasi dan
gelisah, berkeringat banyak, tekanan darah meningkat, hilangnya koordinasi.
Jika tidak cepat ditangani maka tekanan darah akan menurun, nadi lambat, sesak
nafas, konvulsi, kehilangan kesadaran.
d.
Tatalaksana:
a) Diagnosis
okupasi
Langkah-langkah
dalam menegakkan diagnosis:
1. Diagnosis
klinis
Anamnesis:
riwayat penyelaman dengan kompresor konvensional
Pemeriksaan
fisik: pemeriksaan tanda vital, sianosis
Pemeriksaan
penunjang: pemeriksaan gas darah dan elektrolit
2. Pajanan
di tempat kerja: terjadi setelah menyelam basah
3. Evidence
based: paparan tekanan tinggi yang menggunakan kompresor konvensional menyebabkan
konsentrasi karbon dioksida yang diproduksi dari hasil pembakaran yang tidak
sempurna dari oli kompresor akan meningkat.
4. Apa
pajanan cukup menimbulkan diagnosis klinis? Penyelaman berulang, lama
penyelaman, kedalaman penyelaman.
5. Faktor
risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya diagnosis klinis? ventilasi pulmoner
menurun, kontaminasi media pernapasan, ventilasi yang tidak adekuat di
lingkungan tertutup, peralatan tidak memadai.
6.
Pajanan
bahaya potensial di luar tempat kerja: polusi udara
7. Diagnosis okupasi: penyakit akibat keracunan carbon dioksida
b) Penatalaksanaan :
Hiperbarik oksigen, anti konvulsi (bila
kejang)
c) Pencegahan
· Monitor
kadar CO2
· Menghindari
kerja fisik yang berat
·
Memilhara
batas aman pada system absorbent
7. PENYAKIT AKIBAT KERACUNAN NITROGEN
a.
Pengertian
:
Narkosis disebabkan oleh kenaikan
tekanan parsial dari gas yang inaktif dalam metabolisme yakni nitrogen.
Narkosis terjadi beberapa menit setelah mencapai kedalaman tertentu. Dikatakan
lebih cepat terjadi dengan kompressi yang cepat. Berlaku hukum Henry.
b.
Pekerja berisiko :
·
Peselam menggunakan kompresor konvensional : peselam
mutiara, peselam biota laut, peselam moroami, pekerja pasang bubu
·
Peselam menggunakan human kompresor
(professional): pemasang pipa/kabel bawah air, peselam militer, pekerja di
hiperbarik chamber
·
Tidak menggunakan kompresor: pekerja tambang batubara, pekerja pembuatan terowongan
bawah tanah (subway).
c.
Tanda
dan gejala umum :
·
Gejala:
Gangguan ringan pelaksanaan
tugas, euforia, mengantuk, halusinasi, konsentrasi menurun hingga hilang
ingatan.
Gambar 20 dan 21. Halusinasi
d.
Tatalaksana
b) Diagnosis
okupasi
Langkah-langkah
dalam menegakkan diagnosis:
1. Diagnosis
klinis
Anamnesis: riwayat
penyelaman
Pemeriksaan
fisik: kesadaran menurun
Pemeriksaan
penunjang : Pemeriksaan EEG
2. Pajanan
di tempat kerja: terjadi pada kedalaman lebih dari 20 m dari permukaan air pada
penyelaman basah dan kering.
3. Evidence
based: paparan tekanan tinggi menyebabkan konsentrasi Nitrogen akan meningkat.
4. Apa
pajanan cukup menimbulkan diagnosis klinis? lama penyelaman, kedalaman penyelaman.
5. Faktor
risiko yang berpengaruh terhadap timbulnya diagnosis klinis? Tergantung pada
kadar lemak seseorang, adanya hipoksia
6. Pajanan
bahaya potensial di luar tempat kerja: -
7. Diagnosis
okupasi: Nitrogen narkosis
a) Penatalaksanaan :
Penurunan ambang tekanan
(Ascent) dengan cara naik ke permukaan air.
b) Pencegahan:
· Hindari
minum alkohol
· Kenali
gejala
· Segera
naik beberapa meter sampai gejala narcosis hilang/ naik ke permukaan.
· Hindari
menyelam pada kedalaman tersebut.
8. PENYAKIT AKIBAT GIGITAN BINATANG LAUT
a.
Pengertian
:
Binatang laut yang berbahaya karena
gigitannya: hiu, bara kuda, eel, groper
Gambar
22. Contoh binatang laut bergigi tajam
b.
Pekerja berisiko :
·
Peselam menggunakan kompresor konvensional : peselam
mutiara, peselam biota laut, peselam moroami, pekerja pasang bubu
·
Peselam menggunakan human kompresor
(professional): pemasang pipa/kabel bawah air, peselam militer.
·
Peselam tahan nafas
c.
Tanda
dan gejala umum :
·
secara lokal perdarahan hebat
·
secara umum pre shock sampai shock
d.
Tatalaksana
a) Diagnosis
· Anamnesis
: Riwayat penyelaman
· Gejala : Sesuai lokasi gigitan
·
Pemeriksaan
fisik: adanya bekas luka, tanda vital
· Pemeriksaan
penunjang:laboratorium, foto rontgen
b) Penatalaksanaan :
· Mengatasi
shock (infus+Transfusi)
· Analgetik
sedatif
· Operasi
tergantung besar luka
c) Pencegahan
· Memakai
pakaian pelindung warna gelap
· jangan
berenang bila ada luka
· jangan
kencing di air
· jangan
membawa ikan yang sudah ditombak
· jangan
membawa peledak di bawah air
· bergerak
pelan, tenang tanpa panik
· berenang
bergerombol
· berenanang
berpasangan mengurangi serangan 50%
9. PENYAKIT AKIBAT SENGATAN BINATANG LAUT
a.
Pengertian
:
Binatang yang berbahaya karena racunnya: ikan
pari, ular laut, kalajengking, ikan sembilang, ubur-ubur, kerang lonjong, bulu
babi.
Gambar 23. Ular laut Gambar 24.
Ubur-ubur
b.
Pekerja berisiko :
·
Peselam menggunakan kompresor konvensional : peselam
mutiara, peselam biota laut, peselam moroami, pekerja pasang bubu
·
Peselam menggunakan human kompresor
(professional): pemasang pipa/kabel bawah air, peselam militer.
·
Peselam tahan nafas
c.
Faktor
Risiko :Pakaian selam
tidak standar.
d.
Tanda
dan gejala umum :
Nyeri s/d paralisis, preshock s/d shock
e.
Tatalaksana
a) Diagnosis
· Anamnesa
: Riwayat peselaman
· Gejala : Sesuai lokasi sengatan
·
Pemeriksaan
fisik: adanya bekas luka sengatan, tanda vital
· Pemeriksaan
penunjang:laboratorium, Radiologi
b) Penatalaksanaan :
· Ditidurkan
dengan anggota badan yang cedera lebih tinggi dari badan dan diimobilisasi
· Cuci
dan bersihkan luka
· Duri
yang tertinggal diambil
· Keluarkan
darah dari luka bila perlu insisi
· Berikan
air panas 50 0C kurang lebih ½ s/d 1 ½ jam pada luka sampai dengan rasa sakit
hilang.
· Luka
tutup dengan kasa steril
· Memberikan
analgetik
· Antibiotik
· Perawatan
luka
c) Pencegahan
· Memakai
pakaian pelindung
· Jangan
dekati/ kontak
·
Memakai
sepatu yang keras bila berjalan di karang
· Pakai
sarung tangan
·
Seret
kaki bila berjalan di lumpur
10. HIPOTHERMIA
a.
Pengertian
:
Kehilangan panas tubuh lebih besar dari panas
yang dihasilkan.
b.
Pekerja berisiko :
·
Peselam menggunakan kompresor konvensional : peselam
mutiara, peselam biota laut, peselam moroami, pekerja pasang bubu.
c.
Faktor
Risiko :Peralatan selam tidak standar.
d.
Tanda
dan gejala umum :
Gejala Lokal:
· Diawali
ujung-ujung jari tangan dan kaki dingin.
· Kemantapan
kekuatan lengan menggenggam menurun
· Timbul
rasa sakit dan baal mulai dari tangan dan kaki
Gejala Sistemik:
· Vaso
konstriksi pembuluh darah
· Tekanan
darah meningkat
· Curah
jantung meningkat
· Berlanjut
metabolic rate menurun, kardiak output menurun akhirnya kesadaran menurun.
e.
Tatalaksana
a) Diagnosis
Anamnesis :
riwayat peselaman yang lama
Gejala :
·
Diawali
ujung-ujung jari tangan dan kaki terasa dingin.
·
kekuatan tangan menggenggam menurun
·
Timbul rasa sakit dan baal mulai dari tangan
dan kaki
b)
Pemeriksaan
fisik:
Tanda
vital:
·
Kesadaran menurun
·
Nadi takhikardia
·
Tekanan darah meningkat
·
Curah jantung meningkat
Pemeriksaan motorik:
Kekuatan otot menurun
Pemeriksaan penunjang: EKG, Thorax foto,
pemerikasaan laboratorium (darah dan urine)
c)
Penatalaksanaan :
·
Ganti pakaian dengan yang kering
·
Beri selimut dan minum hangat
·
Jika
tidak sadar diberi infus NaCl
d)
Pencegahan :
·
Memakai pakaian pelindung (wet suit atau dry
suit)
·
Meningkatkan jaringan lemak sub kutan
(Makanan bergizi)
·
Mengurangi latihan di dalam air
·
Adaptasi di dalam air
BAB
III
PENUTUP
DAFTAR
PUSTAKA
- Dinas Kesehatan Angkatan Laut, ilmu Kesehatan Penyelaman dan Hiperbarik, Jakarta 2000.
- http://wn.com/Avascular_necrosis masukkan website
- Edmons Carl,MB.BS, Lowry Christopher, M.B., B.S, Pennefather B.Sc(Hons), Walker Robyn, M.B., B.S, Dip.D.H.M.,Diving and Subaquatic Medicine, 4th edition, Arnold, a member of the holder headline group, Great Britain, 2002
- Larn Richard, Whistler Rex, Commercial Diving Manual, 3th edition, Best Publishing Company. USA,1993
- Gosovic Stracimir, Safe Diving Underwater Medicine and Diving Techniques, 6 th (English) edition, Best Publishing Company, United States, 1993.
- M.D, Yapor Y. Wesley, On-Site of Scuba Diving and Boating Emergencies, Diversification series, USA, 2002
LAMPIRAN
SEBARAN PETA PENYELAMAN DI INDONESIA
Sumber : Subdit.
Kesehatan Matra
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang
Memiliki Chamber Hiperbarik
1. RS. Betshaida
Department
Hyperbaric
Distric
Tivoli no;1 kawasan iL Lago
Jl.
Boulevard Gading Serpong, Serpong Tangerang
(021)54200099
- RS P.T . ARUN ( ACEH ) ???
Kompl. PT Arun NGL. Co.
Batuphat-Lhokseumawe 24353
Telepon : (0645)653165
Batuphat-Lhokseumawe 24353
Telepon : (0645)653165
- RSAL DR MIDIYATO ( TANJUNG PINANG - Kepulauan Riau )
Jl. Ciptadi 1, Tanjung Pinang 29111
Telp. (0771) 21428 Fax (0771) 25805
Telp. (0771) 21428 Fax (0771) 25805
- RSAL DR MINTOHARDJO ( JAKARTA )
Jl. Bendungan
hilir no. 17 Jakarta
Pusat
No
telp: 021-5732221
- LAKESPRA (JAKARTA)
Jl. MT Haryono Kav. 46 Jakarta Selatan 12770
No
Telp/ Fax : 021-7996634
- RS PERTAMINA CILACAP ( JAWA TENGAH )
JL. DR.SETIA BUDI No.1, TEGALKAMULYAN
Kabupaten : CILACAP
Telepon : 0282 - 509901/509900
Fax : 0282-509987
- LAKESLA TNI AL ( SURABAYA )
Jl Gadung No.1 Surabaya 031-8404188
- RSU SANGLAH ( DENPASAR - BALI )
Jl. Diponogoro,
Denpasar – Bali Kode pos 80114
Telepon
: (0361)227911-227915
Fax : 0361 - 227911
- RS PERTAMINA BALIKPAPAN
Jl. Sudirman No 1 Balikpapan Tlp.0542-734020
- RSU MAKASAR ( SULAWESI SELATAN )??
Jl Tjulang Ujung Pandang 10 MAKASSAR
0411-873695
- RSU Prof. KANDOU ( MANADO – SULUT )
Jl. Raya
Tanawangko pobox 102 Malalayang Manado
Kode pos 95115
Telepon : 0431 821652
Telepon : 0431 821652
- RSAL Halong Ambon:
Rumkital dr. F.X Suhardjo Lantamal IX
Halong-Ambon Maluku
Telepon :0911-352547
- KKP MATARAM
Kantor
Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kls II Mataram
Jl. Adi Sucipto No.13b, Rembige, Mataram Nusa
Tenggara Barat,
Telepon : 0370-6162147
Ditayangkan
ulang olh dr.Erick Supondha (Hyperbaric&Diving Medicine Consultant) Jakarta
Indonesia, hyperbaric&diving medicine hotline 021 99070050.
www.indodivinghealth.com